Rabu, 29 November 2017

Intermezzo. Belati berpamor.


Sekitar th. 2000 an, teman saya menunjukan hasil karya'non keris'-nya, berbentuk pisau belati model 'bowie',
 namun cara pembuatannya mirip dengan cara menempa keris, sehingga pada bilah nya timbul 2 macam 'pamor' yaitu pamor 'beras wutah' pada bagian kiri-kanan bilah dan pamor 'untu walang' pada bagian tajamnya.

Gambar pisau dalam sarungnya.
Gambar dilihat dari kanan.
Gambar dilihat dari kiri.
Gambar pamor.

Saya terkagum-kagum, saya melihat sebuah karya seni nan indah, sebuah keserasian bentuk abad XX an, dikerjakan dengan tehnologi ratusan tahun yang lalu; hasilnya sebuah pisau belati model 'bowie' dihiasi 'pamor', gagangnya dibuat dari kayu berserat 'ulir', perlengkapan gagang dibuat dari kuningan, dikerjakan sangat teliti dan serasi.
Bilah tajam sepanjang 19 cm (gambar atas), bila dilihat dari atas maka terlihat banyak sekali lipatan hasil tempaan. Untuk lebih jelasnya, silahkan 'klik' gambar-gambarnya. 

Ketika ditanya "Apakah mau menyimpan hasil karyanya?". Tidak bicara apa-apa, saya langsung mengangguk tanda 'mau' (banget).
Kepada teman saya seorang seniman kulit, saya minta dibuatkan sarung yang sesuai, agar tetap terlihat indah walaupun pisaunya berada dalam sarungnya.

Pembuat pisau belati tersebut adalah teman saya, yaitu
 'mas' Basuki Teguh Yuwono,
 seorang empu keris dengan latar belakang peneliti dan ilmuwan, dia seorang staf pengajar Program Studi Keris Institut Seni Indonesia Solo, ia menggabungkan nilai keilmuan dengan nilai tradisi perkerisan.
Pria yang dikenal rendah hati dan murah senyum itu juga memiliki Padepokan sekaligus Museum Keris dan Fosil, 'Brojobuwono', di Wonosari, Karanganyar.

Selasa, 21 November 2017

Aardbeving Te Ambon (Gempa Bumi di Ambon).


Membaca berita di berbagai media masa mengenai gempa bumi yang terjadi di Ambon dan sekitarnya beberapa hari yang lalu, maka teringat akan buku laporan yang dibuat pada th. 1898 oleh R.D.M. Verbeek, Kepala Insinyur Pertambangan, melaporkan terjadinya gempa bumi di Ambon pada th. 1898. Buku tersebut berjudul :
KORT VERSLAG 
over de
AARDBEVING TE AMBON
of
6 JANUARI 1898
(Laporan singkat tentang gempa bumi di Ambon pada 6 Januari 1898)

Dalam laporannya sebanyak 26 halaman (2 gambar bawah), disebutkan diantaranya sbb.:
 'Gempa tersebut, yang menghancurkan sebagian besar Ambon dalam beberapa detik pada tanggal 6 Januari tahun ini (1898).
Juga disampaikan dalam laporan beberapa gempa besar yang tercatat :
Yang pertama adalah pada bulan Mei 1644, "Pada tanggal 12 Mei dinding benteng merubuhi rumah gubernur, tanggal 17 Mei dua bangunan rumah roboh, dan seorang tentara tewas karena terjatuh.
Yang kedua adalah tanggal 17 Februari 1674, di mana 79 orang, termasuk 7 orang Eropa, terbunuh oleh runtuhnya rumah batu di distrik China Ambon. Di Pantai Utara Hitoe ada endapan tanah di gunung Wawani (atau Toena) dan puncak sekitarnya, dan lumpur turun; Tapi, lebih jauh lagi, ada juga pergerakan laut yang sebenarnya, yang disebut gempa laut (tsunami), di mana laut naik sampai 10 kaki di atas tingkat normal, dan banyak kota pesisir dibanjiri; 2243 orang terbunuh, termasuk 31 orang Eropa. (Khusus mengenai gempa yang kedua ini  sudah diunggah pada 5 November 2010 dengan judul "Gempa dan Tsunami th 1674 di Amboina").
Yang ketiga adalah tanggal 1 November 1835, yang dilaporkan dalam dua surat resmi 4 November 1835 dan 2 Maret 1836 dari Gubernur Kepulauan Maluku A.A. Ellinghuijsen ke Gubernur Jenderal. 21 tentara dan 9 ibu dan anak terbunuh; dan sebagai akibat dari runtuhnya rumah dan tembok di tempat lain, 12 pria dan 17 wanita dan anak-anak terbunuh, 59 orang bersama-sama.
Gempa keempat yang terjadi pada tanggal 6 Januari 1898, yaitu yang sedang dilaporkan dalam buku ini, menurut laporan resmi, jumlah korban yang harus disesali adalah 141, termasuk 9 orang Eropa.


Selain laporan gempa di Ambon, juga disertakan laporan keadaan di Amahei, yaitu kota besar dipantai pulau Ceram yang berhadapan langsung dengan Saparua, Haruku dan Ambon, oleh beberapa pejabat setempat (gambar bawah)

Gambar-gambar bawah adalah peta situasi kota Amehei dan statistik penduduk kota Amahei dan kampung sekitarnya pada saat itu (th. 1898).
Untuk lebih jelasanya, silahkan 'klik' gambar-gambarnya.

Buku laporan ini berukuran 17.5 x 25 cm, 46 halaman + 5 lembar peta. Diterbitkan oleh Landsdrukkerij, Batavia, tahun 1898.

Jumat, 10 November 2017

Rabu, 08 November 2017

100 Hari di Surabaia.


Ada beberapa buku yang menceritakan peristiwa perang di Surabaya pada 10 November 1945. Penulisnya adalah orang yang memang pelaku peristiwa di Surabaya tersebut, salah satu diantara adalah buku yang diunggah ini yaitu "100 HARI di SURABAIA".
100 hari di Surabaia dimasudkan mulai dihitung dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustud 1945 sampai selesainya pertempuran bulan November 1945.
Pemicu adalah disebabkan tewasnya Jenderal Mallaby akibat kesalahpahaman, padahal saat itu dalam masa gencatan senjata setelah pertempuran 3 hari (28-30 Okt '45) hari.

Maka selanjutnya pihak Inggris mengultimatum kita dengan kalimat yang sangat menyakitkan hati,  
'bahwa sebelum tgl. 09 November 1945, pk. 18.00, 'para pembrontak bangsa Indonesia dan seluruh pemimpinnya, harus sudah menyerahkan diri tanpa syarat, mengangkat tangan keatas sambil membawa bendera putih dan juga harus menyerahkan seluruh senjata yang ada termasuk pisau, pedang, keris, bambu runcing dll' 
Tentu saja pihak Indonesia merasa terhina dan merasa tertantang.
Untuk lebih jelasa silahkan 'klik' judul isi buku dibawah ini.

Buku ini sungguh menarik, penulisnya bisa membawa pembacanya ikut merasakan emosi rakyat  dan suasana mencengkam saat pertempuran yang sangat tidak seimbang pada 10 November 1945, karena ditulis oleh salah satu pelaku, mengalaminya, ikut terlibat dalam pertempuran, bahkan sebagian ujung tangan kanannya ikut jadi korban, beliau adalah DR. H. Roeslan Abdulgani.
Buku berukuran 14 x 21, 91 halaman, diterbitkan oleh Yayasan IDAYU.

Senin, 23 Oktober 2017

Segala Rupa Mustika.

Buku dengan judul "Segala Roepa Moestika" ini belum terlalu tua karena baru diterbitkan pada th. 1949, oleh "Toko Boekoe dan Obat PANG HWA DJOEN", Semarang.
Banyak buku baru yang isinya mirip dengan 'Segala Roepa Moestika', bahkan kwalitas pencetakan, gambar dan kertasnya lebih bagus. Jadi buku ini diunggah oleh 'buku langka' karena buku tersebut mewakili jamannya, dimana bahasa dan sistem pencetakannya sudah tidak digunakan lagi.
Dalam buku yang diunggah ini, yang dimaksud dengan kata 'moestika' (mustika) adalah suatu barang yang mempunyai khasiat (berguna) dan hal-hal yang gaib atau yang diluar nalar. Judul 'Segala Rupa Mustika' maksudnya adalah buku mengenai bermacam-macam mustika, ada batu, kayu, bambu dan lainnya.
Gambar atas kiri adalah gambar cover depan sedang sebelah kanan adalah gambar cover belakang,
gambar bawah adalah halaman judul buku 


Diceritakan ada suatu cara untuk mengetahui, apakah mustika cocok atau sesuai dengan pemakai atau tidak. Caranya dengan mengukur mustika dengan lengan tangan (gambar bawah).

2 gambar dibawah ini adalah iklan dalam buku. Sedang gambar dibawahnya lagi, halaman 'Resia Gaib', yaitu keterangan untuk meyakinkan pembaca atau calon pembaca mengenai keunggulan buku ini.

Buku ini berukuran 14.5 x 21 x 1.1 cm, 143 hlm. isi + 2 hlm. permoelaan kata + 1 hlm. Resia gaib.
Dicetak dengan cara stensil dan menggunakan kertas stensil, barangkali agar bisa menjual dengan harga terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan pas-pasan.

Jumat, 13 Oktober 2017

Medicinal Plant of Siberut


Bentuk buku koleksi 'bukulangka' ini sederhana, karena memang diterbitkan hanya sebagai laporan oleh WWF. Judulnya :
"Medicinal Plants Of Siberut"
diterbitkan oleh : WWF for Nature dan WWF International, 1990.
Dibawah ini gambar-gambar contoh sebagian tanaman obat-obatan yang ada di pulau Siberut.
Untuk yang ingin memengetahui isinya, silahkan lihat gambar 'Daftar Isi' dibawah ini.
Tari-tarian untuk penyembuhan (gambar bawah kiri), meracik obat herbal (tengah), pemuda Sempungan siap menuju ladang (kanan)
Ibu-ibu muda dan anak-anak (bawah).

Nama bagian dari tanaman, menurut desa Sempungan dan desa Rokdok, beserta aplikasinya.


Gambar peta pulau Siberut (kiri), peta 'rencana peruntukan' (tengah) dan peta rencana pemerintah (kanan).
Buku ini berukuran 21 x 30 cm, VII + 186 halaman + illustrasi dan peta, dikerjakan oleh Wanda Ave dan Satyawan Sunito.